Friday, September 14, 2012

My Super Parents

I love my parents (taken from Google)

Perempuan ini bukan saja seorang ibu bagi saya, tapi juga guru, sahabat dan kakak. Dengan segala ragam kesibukan beliau sebagai seorang pendidik, tidak sedikitpun kami kehilangan sosok beliau dirumah. Ibu memang sosok serba bisa, walaupun beliau seorang dosen namun beliau juga full time mom.

Ibu bertemu bapak ketika bapak datang kerumah paman. Tak berapa lama kemudian mereka menikah dan ibu mengikuti bapak bekerja di kota kami.Bapak dan ibu bekerja sebagai pegawai negeri sipil. Dan latar belakang keduanya yang sederhana menjadikan keduanya adalah tipe pekerja keras namun tidak menjadikan mereka melupakan kedua anaknya.

Pada saat saya SD, keluarga kami pernah mempekerjakan pembantu namun hal itu karena ibu dan bapak mempersilakan sanak keluarga, kerabat dan siapa saja untuk tinggal dirumah. Jadi pada masa itu rumah kami dipenuhi dengan banyak orang sehingga dibutuhkan bantuan pembantu. Ibu dan bapak memang memiliki jiwa sosial yang tinggi, bahkan kalau ada siswa ibu yang butuh tempat tinggal, dengan senang hati beliau akan mempersilakan untuk menetap dirumah tanpa dipungut bayaran.

Hal ini mendidik kami, anak-anaknya, untuk berbagi dan berempati sehingga pada waktu saya SMA dan kuliah, rumah selalu dipenuhi oleh teman-teman. Prinsip kedua orangtua kami adalah lebih baik orang yang datang kerumah saya daripada anak-anaknya keluyuran kemana-mana karena akan lebih mudah diawasi. Saat saya duduk dibangku kuliah, sebagai anak teknik dengan tugas berjibun, maka rumah dijadikan posko. Jadi yang datang kerumah bukan 3-4 orang saja tapi puluhan sehingga pada saat mau ujian semester seperti memindahkan satu kelas kerumah. Belum lagi ada teman-teman yang juga tinggal dirumah.

Rasa sosial dan empati ini bukan hanya terhadap manusia, tapi juga terhadap lingkungan. Sejak kecil kami sudah diperkenalkan dengan binatang peliharaan. Dulu saat masih tinggal didaerah, keluarga memelihara anjing sebagai penjaga karena rumah kami dikelilingi hutan dimana kadang ada babi hutan atau monyet yang memasuki daerah kompleks perumahan. Setelah kami pindah ke kota, ibu dan bapak tetap memelihara binatang, yaitu kucing. Dan jangan heran kalau suatu saat datang kerumah dan melihat bapak menonton bagaimana binatang disakiti, mata beliau akan memerah dan mematikan siaran tv.

Disamping rasa sosial yang tinggi, saya dan abang diajarkan untuk mandiri sejak awal. Apalagi saya sebagai anak perempuan Minang harus bisa segala macam urusan rumah tangga. Nah, berhubung ibu pintar memasak dan beliau mengurus sendiri segala kebutuhan rumah tangga, sejak kecil saya sudah diajarkan untuk mengikuti beliau. Dan, Alhamdulillah, ternyata pelajaran ibu ini menjadikan saya sering diminta memasak pada saat berada di negeri orang, apalagi masakan khas Indonesia.

Ibu memang turun langsung mengajar anak-anaknya. Saat tulisan saya masih acak kadut, ibulah yang memegang jari-jari saya agar bisa menulis dengan baik. Ibu pula yang mengajarkan bagaimana membaca sehingga kami menjadi mencintai bacaan. Dan yang pasti ibulah yang memastikan anak-anaknya bisa membaca Al Quran bukan saja dengan langsung mengajarkan sendiri namun juga mendatangkan guru mengaji kerumah. Sedangkan bapak selalu mengusahakan segala kebutuhan kami. Dengan berbagai kesibukan dan jabatan beliaua, satu hal yang bapak selalu tekankan bahwa jangan pernah menerima dan membawa uang yang bukan hak kita kedalam rumah. Jadi, walaupun kedua orangtua mempunyai jabatan cukup bagus dahulunya, kami hidup hanya dari gaji mereka sehingga keduanya kemudian menambah income dengan beternak ayam pedaging.

Ibu bangun pagi sekali, begitu juga ayah, karena beliau akan berusaha untuk ber-qiyamul lail dan kemudian setelah sholat subuh ibu akan menyiapkan segala keperluan dirumah. Mulai dari memberi makan kucing-kucing, menyiapkan minuman bapak, membuang sampah, dan segala macam. Hebatnya, ibu juga berusaha tidak meninggalkan ibadah shaum Senin-Kamis dan berusaha disela-sela kesibukan pagi itu beliau membaca 1-2 lembar Al Quran.

Biasanya saat ibu belum pensiun, pagi hari sarapan dan makan siang sudah beliau masak sebelum berangkat ke kantor. Setelah pensiun, memang jadwal mengajar beliau tidak sebanyak dulu lagi namun kegiatan ini masih tetap beliau jalani. Jangan coba-coba melarang, karena beliau sangat tidak bisa duduk diam saja.Sore hari maka ibu akan menyeduhkan teh untuk bapak, kemudian sambil menonton tv, beliau berdua akan kembali 'pacaran' lagi.

Hal yang sama juga dilakukan bapak. Beliau adalah sosok yang rajin ke mesjid, walau hujan badaipun beliau berusaha untuk tidak tinggal sholat berjamaah di mesjid. Sementara ibu lebih banyak sholat dirumah karena beliau sholat dengan berselonjor.  Bapak juga tidak bisa dilarang untuk hanya duduk-duduk saja dirumah, hobi bapak adalah membersihkan halaman rumah. Bapak juga adalah sosok lelaki yang tidak segan mengeluarkan air mata baik didepan anak atau istrinya. Ketika kadang beban yang kami hadapi terasa begitu berat, maka kami akan saling menguatkan. Beliau tidak pernah menangis tersedu, hanya mata beliau saja terlihat memerah.

Kepada sanak famili, baik dari ibu ataupun bapak, peranan ibu dan bapak juga sangat jelas. Mulai dari menjaga dan merawat kakek dan nenek hingga sanak keluarga lainnya. Bahkan beberapa orang keluarga meninggal dipangkuan ibu. Dan inilah yang ditekankan selalu pada kami agar menjaga ikatan persaudaraan.

Sebagai perempuan, saya mengagumi ibu. Ibu adalah sosok yang sangat bersahaja. Sebagai seorang perempuan, beliau tidaklah bersolek dan berias banyak. Beliau tidak ke salon kecuali untuk potong rambut dan sekarang selama saya ada di rumah maka tugas potong rambut menjadi tugas saya. Beliau bukanlah perempuan porselen dengan high maintenance. Saat mengajar, pakaian beliau sangatlah sederhana dan mungkin kata orang-orang itu ke itu saja. Beliau hanya memoles wajah dengan bedak serta selapis tipis lipstik agar wajah beliau yang putih tidak terlihat pucat.

Ibu selalu mengajarkan bahwa kecantikan/ketampanan seseorang bukanlah dilihat dari yang tampak alias lahiriah namun dari jiwa. Keindahan jiwa akan menjadikan hati, pikiran dan perilaku yang selaras dan menghasilkan kecantikan/ketampanan abadi. Hal ini tidak akan lekang oleh waktu dan bahkan akan bertambah cantik/tampan sejalan dengan bertambahnya keindahan jiwa seseorang. Ah, ibu memang bijak.

Dengan segala prestasi dan kemampuan yang dimiliki, ibu tetaplah sosok sederhana dan bersahaja. Ibu tetap menjadi sosok istri yang taat pada suami, ibu yang mengayomi dan membesarkan anak-anaknya, dan seorang pendidik yang mengamalkan ilmunya. Ibu adalah sosok yang tegar dan selalu memberikan kedamaian jika ada badai yang menghantam. Beliau mengajarkan arti kesabaran dan keikhlasan.

Hal yang saya pelajari dari ibu adalah pengabdian. Beliau mengabdikan diri kepada keluarga, sanak famili, lingkungan dan keilmuannya. Dengan berbagai peranan itu, ibu dengan bijaknya bisa mengatur sedemikian rupa tanpa kehilangan salah satu peran. Begitulah cara ibu yang selalu mengatakan semua pengabdian itu adalah jalan untuk mengabdi kepada dzat yang Maha Memberi, Allah, SWT.
 
Sementara itu bapak, beliau adalah teman diskusi karena beliau selalu mengikuti perkembangan yang ada. Bapak juga tidak pernah menekankan kehendaknya, semua bebas berpendapat. Beliau akan mendukung selama jalan yang ditempuh lurus. Bapak mempunyai pergaulan yang luas dan ahli dibidangnya, administrasi dan keuangan. Hingga masa pensiunnya pun, bapak masih diminta untuk menyumbangkan keahliannya.

Hidup memang tidak selamanya mulus, banyak badai yang datang dan disini saya melihat bagaimana bapak dan ibu mengatasi bersama. Kami pernah berada dalam fase ketika ekonomi sangatlah sulit, namun ikatan yang ada membuat semua kami atasi dengan tawa dan canda. Ibu yang sabar mampu menguatkan bapak yang kadang down. Bapak adalah sosok yang gigih mencari nafkah, waktu saya kecil beliau pernah bekerja diluar kota yang berjarak 2 jam dengan kendaraan dan mengharuskan beliau bolak-balik setiap harinya selama 6 tahun.

Saat ini usia bapak dan ibu tidak lagi muda, tiada yang berubah dari kepribadian mereka kecuali fisiknya yang tidak sekuat dahulu. Begitupun bapak, namun beliau masih rutin berolahraga badminton untuk menjaga kebugaran tubuh. Bapak dan ibu tidak mau berhenti dan tetap menjalani kesehariannya yang memang sudah diperaninya sejak menikah. Semoga Allah, SWT selalu melimpahkan kesehatan kepada beliau dan sisa umur yang berkah, penuh manfaat.  

Setiap orang pasti memiliki kekurangan, begitu juga ibu dan bapak. Namun, keduanya saling mengisi kekurangan itu sehingga saya melihat keindahan dalam keluarga. Kemampuan mereka mengatasi berbagai gejolak dan mengendalikan badai yang menghantam, menjadikan mereka tauladan bagi saya. Saya selalu bersyukur memiliki mereka dan InsyaAllah, saya akan berusaha mengikuti tauladanmu. Love you my super parents!

2 comments:

masnadek said...

wah bersukur banget punya Parents yang Syuper :)

*ribet amat mo kirim komen teh :P

Nana Arlina said...

Alhamdulillah,.Parents yg super buat sy,..:-)

Iyah nih, slama ini ga dikasih kolom komen...hehehehehe