Source: Google |
Umumnya saat terjadi failure, misalnya kecelakaan atau insiden di dunia penerbangan, anjloknya kereta api, tabrakan kapal, tabrakan beruntun di tol, selalu akan dibarengi dengan yang namanya ‘surprise’ dan ‘shock’. Hal inilah yang membutuhkan penjelasan sehingga, ‘after-the-fact’ kita akan melihat kembali kejadian dan menentukan apa yang menyebabkan failure itu terjadi. Maka penjelasan dilakukan dengan mempelajari kejadian melalui investigasi (penyelidikan), baik oleh otoritas maupun kalangan akademisi.
Didalam dunia penerbangan Indonesia, otoritas yang berwenang untuk melakukan investigasi adalah Komite Nasional Transportasi Indonesia. Lembaga yang didirikan berdasarkan Kepres No.105 tahun 1999 melakukan investigasi merujuk pada ICAO Annex 13. Investigasi kecelakaan penerbangan bertujuan untuk mengetahui probable causes dan merekomendasikan control measures sehingga kejadian yang sama bisa dihindari. Sesuai dengan ICAO Annex 13, investigasi tidak bertujuan untuk menunjuk dan menyalahkan salah satu pihak.
Dalam melakukan investigasi, berkumpullah para ahli dari berbagai disiplin ilmu untuk menganalisa berbagai aspek sebelum sampai pada suatu kesimpulan. Hasil kesimpulan ini adalah bersifat kolektif keilmuan dan kemudian dituangkan didalam laporan akhir (final report) KNKT. Dan format laporan ini sesuai dengan Annex 13 ICAO yang juga melalui beberapa tahapan, mulai dari laporan awal hingga laporan akhir. Semua laporan ini akan dilaporkan kepada beberapa pihak, misalnya negara tempat terjadinya kecelakaan/insiden atau tempat didaftarkannya pesawat, manufaktur, ICAO, dsb.
Final report adalah laporan yang sistematis dan menjelaskan semua aspek kecelakaan sesuai dengan Annex 13 ICAO, yaitu: Factual Information, Analysis, Conclusion and Safety Recommendations.
Kali ini saya mengajak mengenal lebih lanjut tentang
kondisi after-an-event dimana
dilakukannya studi untuk memahami suatu kejadian melalui investigasi. Disini
saya akan membahas investigasi secara umum. Ada beberapa hal yang patut
diketahui dalam mempelajari suatu kejadian, diantaranya adalah:
1. Event Analysis
Investigasi menjadi menarik
karena sifatnya yang menganalisa dari outcome
alias event analysis. Namun ada 4
periode perkembangan dunia analisis kecelakaan: Technical period (sumber permasalahan adalah teknologi), human error period (sumber permasalahan
adalah manusia), socio-technical period (sumber
permasalahan adalah interaksi manusia dengan sub-sistem), dan inter-organizational relationship period (sumber
permasalahan adalah disfungsional hubungan antar bagian/organisasi).
Secara umum event analysis berdasarkan pada event chain approach, yang bertujuan
untuk ‘menghubungkan’ setiap kejadian dengan sebab-musababnya. Dengan arti
kata, setiap aksi akan ada konsekuensi langsungnya, bahkan ada beberapa faktor
saling terkoneksi yang menyebabkan suatu kejadian dan ada juga faktor-faktor
yang terjadi pada saat bersamaan menghasilkan suatu kejadian.
Pendekatan investigasi umumnya
dilakukan mengadopsi konsep Newton, yaitu aksi reaksi. Dengan ini, maka
konsekuensi akhir (baca: kecelakaan atau insiden) merupakan hasil dari berbagai
faktor yang terjadi dalam kurun waktu tertentu. Proses ini bersifat linear.
Konsep ini tidak jarang
membawa pada investigasi yang mencari ‘Eureka part’ alias bagian yang
dinyatakan sebagai bagian yang rusak, pencetus, atau penyebab (baik manusia
atau mesin). Akibatnya, rekomendasi yang dihasilkan adalah untuk mengatasi
secara langsung ‘Eureka part’
tersebut, misalnya ketika ditemukan kurangnya kewaspadaan pada pilot karena kurangnya pelatihan maka tindakan korektifnya adalah mengadakan/menambah pelatihan.
Jika terjadi pelanggaran maka tindakan korektifnya adalah penegakan peraturan atau jika ditemukan kerusakan mekanis yang dilakukan
adalah mengganti komponen, menyiapkan pengganti,
dan meningkatkan pengawasan.
Disini investigasi berhasil
untuk mengetahui ‘kemungkinan-penyebab-langsung’
dan juga beberapa investigasi bisa menemukan ‘pengaruh organisasi' atas suatu kejadian. Namun, banyak temuan lebih cenderung untuk berhenti
pada blunt-end level alias operasional level dan luput
mengidentifikasi latent
failure/conditions yang sudah ada dalam kurun waktu tertentu.
Beberapa metode-metode teknis
digunakan dalam melakukan investigasi, seperti ETA, HERA, STAMP dan HFACS
(untuk lebih detailnya silahkan baca artikel sebelumnya tentang metode analisis
kecelakaan penerbangan). Metode-metode ini mempunyai keterbatasan dan saat
melakukan ‘trace-back’ (seringkali) dilakukan
hanya pada kondisi beberapa waktu sebelum kejadian, karena ambigunya berapa
periode ‘time aspect’ yang digunakan
untuk me-‘trace back’ apa yang
terjadi sebelum adanya kejadian.
Berdasarkan data (seperti
data dari TKP (on-site investigation), interview,
dan berbagai uji coba di laboratorium) yang diperoleh dari event chain tersebut akan dianalisis oleh para ahli. Ada critical factor yang harus difahami
dalam melakukan analisis atas data yang diperoleh, yaitu hindsight bias dan local
rationality.
2. Hindsight Bias dan Local rationality
Hindsight
bias terjadi karena manusia sudah mengetahui outcome dari suatu peristiwa dan penilaian didasarkan atas outcome tersebut. Saya ambil contoh
seperti kejadian kecelakaan SSJ 100 di Gunung Salak pada 9 Mei 2012 lalu.
Setelah membaca laporan dari KNKT, maka beragam reaksi muncul karena banyak
mempertanyakan kejadian di cockpit, termasuk pengambilan keputusan yang
dilakukan pilot. Disini kecelakaan SSJ 100 ini merupakan outcome negatif sehingga komentar menjadi more harshly dan ini
mungkin akan berbeda jika outcome-nya positif.
Pertanyaan yang biasa muncul
adalah dimulai dengan “Bagaimana mungkin
dia tidak tahu kalau..............?” atau dalam bahasa sehari-hari berupa “Kok bisa sih kaya begitu, padahal kan
jadinya seperti ini?” Hal ini bisa dikatakan karena kita sudah tahu outcome-nya. Sementara untuk bisa
mengerti sebuah kejadian, maka investigasi harus menghilangkan bias ini dan kenyataannya, hindsight bias menjadi salah satu hal
yang sulit dihilangkan dalam studi after-the-fact.
Ketika investigasi
menyimpulkan probable causes dan contributory factors suatu kejadian,
maka reaksi atas kesimpulan ini juga menunjukkan bahwan human performance tidak terlepas dari local rationality.
Local
Rationality adalah kondisi dimana sebuah keputusan yang ‘masuk akal' dibuat berdasarkan
pengetahuan, tujuan dan fokus perhatian seseorang pada saat itu. Jadi jika
melihat kembali kecelakaan SSJ 100, “the
PIC inhibited the TAWS system function, assuming there was problem with TAWS
database (KNKT, 2012)”, dari findings
ini banyak yang mempertanyakan kenapa pilot memutuskan mengambil tindakan
tersebut. Hal ini karena performance PIC
dipengaruhi oleh local rationality dimana
menurutnya itulah yang paling ‘masuk akal'.
Hal yang rasional menurut seseorang pada saat keputusan dibuat bisa jadi
irrasional bagi orang lain yang sudah tahu outcome
dari keputusan tersebut. Namun, hal itu mungkin saja menjadi rasional
apabila outcome-nya adalah positif.
Dari beberapa hal diatas, dapat kita ketahui bahwa
mempelajari failure melalui
investigasi akan menemui beberapa hal diatas, baik pada saat melakukan
investigasi sendiri ataupun bereaksi atas hasil investigasi. Idealnya, dalam
mempelajari suatu kejadian, hal-hal diatas bisa diantisipasi. Memang bukan
perkara mudah, namun bisa dilakukan asalkan kita tidak membatasi pikiran kita.
No comments:
Post a Comment