Sunday, January 20, 2013

Ratna

Foto adalah ilustrasi (source: google)
Namanya Ratna. Usianya sebentar lagi 12 tahun dan saat ini duduk di bangku kelas 6 SD. Wajahnya manis, walau hitam legam terbakar matahari dan terlihat tirus karena sedikitnya asupan makanan yang masuk kedalam tubuhnya.

Jika ia bersekolah di pagi hari, maka ia dan becaknya akan lewat rumah saya pada siang hari selepas sholat Dzuhur. Tapi jikalau ia bersekolah siang, biasanya ia akan melewati rumah sekitar pukul 8 pagi.

Becaknya adalah becak barang, yang biasa dikayuh oleh orang dewasa. Biasanya Ratna akan mendorong becak itu dan adiknya akan duduk diatas becak. Mereka berkeliling kompleks perumahan kami guna mencari barang-barang bekas yang masih ada nilai ekonomisnya.

Terkadang kala matahari bersinar begitu teriknya, dia akan melindungi adiknya dari sengatan matahari sambil berteduh dibawah pohon atau disebuah warung kecil yang sudah tutup tepat didepan rumah saya.

Orangtuanya tidak memperbolehkan Ratna dan adiknya meminta-minta. Dan itu terlihat jelas dalam tindak tanduk mereka. Hal itulah yang membuat kami sekeluarga jatuh hati padanya. Jika ada yang ingin diberikan, nama Ratna langsung muncul dikepala kami.

Saya sering membandingkan kehidupan Ratna dengan ketiga keponakan saya. Walaupun tidak mewah, namun Alhamdulillah kebutuhan mereka terpenuhi tanpa harus membanting tulang, sehingga mereka bisa berkonsentrasi pada pelajaran mereka. Dan Ratna adalah cara Tuhan untuk tidak selalu melihat keatas namun melihat kebawah dan sekeliling agar bisa mensyukuri apa yang sudah dimiliki.

Nilai Ratna sedang-sedang saja dan bagi saya dia sudah sangat luar biasa. Dengan kelelahan akibat mencari tambahan uang dan juga tugas sekolah dengan kurikulum yang luar biasa padatnya itu, saya justru terharu melihatnya bisa bertahan.

Dan dengan beratnya beban yang harus dipikul diusia semuda itu, senyum manisnyapun tidak pernah hilang dan selalu tersungging setiap melihat kami ketika melintasi halaman rumah.

Saya yakin banyak sekali anak-anak Indonesia yang mengalami hal yang sama. Ketika akses pendidikan terasa begitu mahal bagi anak-anak seperti Ratna, saya merasa perjuangan negeri ini belum usai. Ketika tangan kecil itu harus membanting tulang memenuhi kebutuhan pokok keluarga, miris rasanya hati ini bagaimana negeri yang kaya ini memiliki begitu banyak Ratna-Ratna lainnya. Saya yakin Ratna pasti mempunyai mimpi-mimpi seperti halnya anak-anak Indonesia lainnya. Tapi, mungkin saja mimpi itu harus ditepis atau justru mimpi itu menjadi cambuk baginya untuk merubah nasib. Entahlah...

1 comment:

masnadek said...

Yup.. entah sampe kapan yah :(